Anak Delinquen, Salah Siapa?

Delinquensi anak tidaklah lebih daripada buah yang telah bertumbuh dari benih delinquensi orang tua, delinquensi keagamaan, delinquensi kependidikan, deliquensi pengadilan, dan delinquensi pemerintahan kota (Dr. Vincent P. Mazzola)

Sebenarnya istilah anak delinquen juga disematkan pada anak yang menunjukkan perilaku anti-sosial atau disosial. terlepas dari itu, saya sendiri percaya bahwa perilaku "bandel" anak baik yang sifatnya "ringan" hingga sampai ke taraf delinquen sangat dipengaruhi lingkungan di samping didikan orang tua sebagai sekolah pertamanya.

Lingkungan yang seperti apa? Dr. Vincent menyebut beberapa unsur lingkungan sebagai delinquen, bisa jadi karena ketidakstabilannya atau keberadaan norma dan nilai yang buruk di dalamnya: Delinquensi keagamaan: kita semua tahu bahwa Agama tidak mengajarkan kekerasan. namun pernahkah anda mendengar istilah ritualism? seseorang bisa mengikuti secara ketat suatu norma dalam kelompok tertentu. Ritualism bisa berkembang menjadi radikalisme jika seseorang mengikuti kelompok radikal, contohnya kasus Dani Dwi Permana, remaja yang melakukan bom bunuh diri di Hotel Marriot pada 2009.

Lingkungan delinquen juga menyediakan keterampilan pada anak untuk berlaku delinquen. biasanya ini terdapat pada kelompok atau "gang" yang sebaya. biasanya loyalitas mereka terhadap kelompok tinggi dan mereka bersama-sama mencuri, membolos, begadang sampai jauh malam atau melakukan perilaku kenakalan lain. mereka dapat berkelahi dengan "gang" yang lain, merusak, membakar, menyalahgunakan obat, atau membunuh secara berencana.

yang di atas bisa nyata terjadi, dan mirisnya "keterampilan" tersebut tidak hanya didapatkan dari "gang" sebaya yang delinquen, tapi juga dari lingkungan rumah mereka sendiri. percaya tidak percaya, ini terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan. jika anda menyaksikan berita di televisi beberapa hari yang lalu, di sana diperlihatkan bagaimana tawuran antar warga terjadi disebabkan karena dendam lama, warga saling serang menggunakan batu, anak panah serta senjata rakitan lainnya. "prajurit" masing-masing kubu terdiri dari orang tua, REMAJA dan ANAK-ANAK. dan ironisnya, ibu-ibu juga turut terlibat tawuran kali ini sebagai penyedia bahan "pertempuran" dengan mengangkat batu-batu untuk di lemparkan oleh para lelaki.

Jika ini adalah perang Badar di mana para wanita turut berjuang dengan memberi perawatan pada korban luka, maka ini sangat pantas untuk ditiru. Tapi perilaku agresif apalagi dengan mengumbar kebencian dan dendam lama adalah hal buruk yang tidak patut diwariskan oleh anak-anak mereka.

Mungkin ini hanya contoh, bahwa Dr. Vincent ternyata memiliki alasan kuat mengapa ia meyakini bahwa Delinquensi anak adalah buah dari delinquensi orang tua dan delinquensi lingkungan.

1 comment

Blogger news

Blogroll