Epifani

Di tahun pertama kuliah, saya terpukau dengan sebuah buku dari Prof Quraish Shihab yang berjudul Logika Agama. Bagi saya, salah satu bagian yang menarik di buku itu adalah percakapan antara Prof Shihab dengan sang Mursyid, percakapan antara seorang guru yang teduh dan muridnya yang haus ilmu. Saya ikut tercerahkan.


Tidak hanya itu, keinginan membekas dalam batin saya setelah meninggalkan lembar terakhir buku itu. saya menginginkan seorang mursyid. Saya juga ingin merasakan terbukanya sanubari dengan hikmah, berkali-kali.

Memiliki mursyid, pernah terselip dalam doa saya dahulu. Mungkin sama dengan sebagian orang, saya sangat menyukai tibanya pemahaman baru berkat pengajaran darii orang lain atau pengalaman yang saya alami sendiri.

Memiliki mursyid, menurut saya sangat perlu untuk mengevaluasi diri dan apa yang saya lakukan. Saya senang diberitahu jika salah dan diberikan nasihat tentang kehidupan. Saya mencintai tiba saat datangnya pencerahan.

Pencerahan. ada sebuah istilah yang berkaitan dengan hal ini, Jalaluddin Rakhmat menjelaskannya sebagai Epifani. Ia adalah peristiwa istimewa dalam kehidupan seseorang yang menjadi titik balik dalam kehidupannya. Pengaruhnya berbeda pada masing-masing orang; bisa negatif atau positif, bergantung pada apakah epifaninya besar atau kecil.

Saat ada seorang guru yang menasihati kita (walau hanya dengan sepenggal kalimat), dan kata-katanya membekas lalu mengubah cara pandang kita pada kehidupan, atau saat menyaksikan pemandangan yang sangat menyentuh, lalu kita tersadar mengenai kenyataan yang selama ini terabaikan, maka peristiwa tersebut tergolong epifani.

Mungkin kamu pernah mengetahui bahwa ada hidayah yang datang tanpa diusahakan oleh manusia. Menurut saya, hidayah seperti ini dapat tergolong sebagai epifani. Ia cenderung datang tanpa disangka dan bersumber dari luar diri seseorang.

Kembali pada cerita saya di atas, walhasil hingga kini saya belum menemukan mursyid seperti yang saya inginkan: berwajah teduh dengan ilmu yang luas serta hikmah disetiap kata yang meluncur dari bibirnya.
Kalau dipikir-pikir, tentu saja, karena guru seperti itu hanya akan dimiliki oleh murid yang juga luar biasa. Saya lalu mencukupkan diri dengan belajar dari banyak sumber semampu saya mencari, mengikuti halaqoh, berbagi ilmu, membaca buku dan mendatangi ta’lim.

Mungkin banyak orang di luar sana yang juga menunggu peristiwa khusus mengubah kehidupannya. Yang paling parah mungkin seperti mengharapkan cahaya dari langit menembus ubun-ubun dan saat tersadar merasa lebih beriman dari sebelumnya. Mungkin juga mengharapkan lailatul qadar menjelma sebagai seorang kakek tua yang memberikan petuah lalu hilang begitu saja.

Padahal, hidayah bukan sekedar peristiwa luar biasa. Ia diusahakan dan karena rahmat Allah semua berhak menerimanya. Bahkan jika usahanya sekedar dengan doa. Karena berubah menjadi lebih baik berasal dari niat yang benar dan usaha yang maksimal, bukan hanya berharap lalu menunggu datangnya sebuah epifani.

karena tak semua orang menjadi terpilih untuk mengalaminya, dan tak semua orang mau memikirkannya. 

3 comments

Blogger news

Blogroll