Fenomena Bangku Sekolah: Anak Superior VS Anak Inferior

Dalam Novelnya, Raditya Dika pernah bercerita tentang masa-masa konyol yang dia alami saat di Sekolah Dasar, seperti menulis surat cinta kepada anak yang ditaksirnya. Mungkin kita juga pernah punya pengalaman berkesan selama menghabiskan masa Sekolah Dasar, apakah itu pengalaman menyenangkan, atau bahkan pengalaman buruk yang tidak ingin kita ingat-ingat lagi. 

Saya sendiri semasa SD dulu punya pengalaman yang kurang menyenangkan, tapi kini saya sadari cukup menarik untuk dipelajari. Di kelas saya, ada fenomena "pengelompokkan" anak secara tidak sengaja. Saya ibaratkan mereka tergolong dalam beberapa "kasta. Kasta paling tinggi adalah "bos-bos" kelas, sebut saja namanya Anto dan Anti. Anto dan Anti ini sangat ditakuti di kelas, mereka suka sok mengendalikan orang lain, Anto bisa membuat orang yang melawannya mimisan dengan sekali tampar, sedangkan Anti otaknya lumayan encer namun sering ngebully anak-anak cewek yang sedikit saja terlihat centil.
Kesamaan mereka adalah sama-sama suka memaksakan kehendaknya kepada teman lain, dan  akan menggunakan kekerasan jika ada orang yang mengusik mereka. Mereka ini sering dikelilingi oleh para "asisten", dan mudah dekat dengan kasta yang kedua. Yakni kelompok anak pandai, cakep, dan dari golongan berkelas. Mereka ini sering menjadi kesayangan para guru karena selain sering maju di depan kelas menjawab soal-soal, orangtuanya juga rajin memberikan insentif kepada sekolah maupun dompet pribadi para guru. Walhasil meski belum tentu mendapat juara kelas, dalam setiap kegiatan sekolah mereka selalu diutamakan. 

Kasta ketiga adalah kelompok anak yang biasa-biasa saja (secara penampilan dan status ekonomi) namun kemampuannya baik dalam pelajaran (Sepertinya, dulu saya termasuk dalam kasta ini :p). Mereka ini cenderung langganan juara kelas. Namun bagi yang kurang beruntung, akan menjadi sasaran bullying bagi anak dari kasta pertama beserta para kacungnya. Teman saya, sebut saja Anas, sering disuruh membuatkan PR para 'preman kelas'. Suatu kali Anas menolak, dan sebuah tonjokan mendarat di wajahnya. Saya pernah mendapat kehormatan duduk di bangku depan karena berhasil mendapat nilai tertinggi. Apesnya saya harus duduk bersama anak cowok teman baik si Anto, meski pintar, anaknya sangat kasar. Jadilah kami berantem setiap hari. Akhirnya karena tak tahan, saya lalu pindah bangku ke belakang. Yah, bahkan mendapat nilai bagus tidak selalu berarti keberuntungan. 

Oke, kasta terendah dari siswa di kelas saya, adalah mereka yang penampilan dan status ekonomi biasa-biasa saja, juga kemampuan akademisnya pas-pasan. Mereka inilah yang selalu menjadi kelompok tersisih, bahkan sering dijadikan "babu" oleh kasta pertama dan kedua untuk membelikan makan siang di kantin, dan pekerjan-pekerjaan lainnya. 

Nah, fenomena di atas adalah gambaran mengenai apa yang akan saya bagi pada tulisan ini. Yaitu mengenai superiority dan inferiority complex. Superiority complex adalah keadaan di mana anak berusaha keras untuk mengatasi rasa rendah dirinya. Ia berusaha keras untuk menjadi sempurna dengan berlagak atau melakukan cara lain untuk menutupi ketidakmampuannya . Ia ingin nampak sempurna di mata orang lain, menciptakan image bagi dirinya sendiri serta sangat terganggu dengan kritik yang ia terima dari anak-anak di sekelilingnya. Anak tersebut paling tidak peduli terhadap orang lain, dan dalam upaya untuk terlihat sempurna ia menampilkan diri dengan melakukan hal buruk terutama kepada anak-anak dengan inferiority complex (tentang ini akan dibahas berikutnya).

Seorang anak dengan Superiority complex bahkan dapat menyakiti orang lain hanya untuk membuktikan keunggulannya. Beberapa hal yang ditemukan pada anak dengan kompleks ini antara lain ego , kesombongan , menggertak , menyakiti , agresif , kritik dan kebencian. 

Sementara itu inferiority complex adalah kondisi di mana anak tidak mampu menampilkan dirinya sendiri di depan orang lain, tidak peduli seberapa keras ia mencoba. Anak dengan inferiority complex sangat pemalu dan menganggap orang lain jauh lebih baik dari dirinya. Mereka merasa rendah diri, tidak pernah mencoba untuk berbicara di depan umum, terlalu malu, dan pergi sejauh mungkin agar kehadiran mereka tidak dirasakan. Beberapa kualitas yang ditemukan pada anak inferiority complex antara lain: harga diri rendah, rasa malu, perasaan mundur, tidak kompeten, tidak berdaya, penolakan, dan penarikan. 

Kita perlu tau, apa sih penyebab anak bisa mengalami inferiority dan superiority complex? Ternyata, keduanya dipengaruhi oleh hal-hal berikut: 
  • Orang tua yang suka mengritik sejak anak usia dini 
  • Kelainan fisik atau mental yang membuat anak merasa rendah diri dibanding anak lain seusianya 
  • pengasuhan negatif 
  • anak selalu dibandingkan dengan saudaranya atau teman seusianya 
  • anak yang memiliki kemampuan akademis kurang baik 
  • Status ekonomi keluarga Miskin
  • orang tua yang memiliki kompleksitas yang sama
  • pengaruh lingkungan yang rasis 

Kita dapat membedakan anak dengan superiority complex dan inferiority complex, dengan memperhatikan hal-hal berikut: 
  • anak dengan superiority complex akan mendominasi anak-anak lain, sementara anak dengan inferiority complex akan cenderung takut kepada anak lain. 
  • anak dengan superiority complex akan banyak berlagak dan membual, sementara anak dengan inferiority complex tidak akan banyak berbicara. 
  • superiority complex dapat membuat anak nampak sangat berwibawa, sementara inferiority complex di sisi lain membuat anak jadi lebih pemalu. 
  • Seorang anak dengan superiority complex bahkan mencoba untuk menggertak anak-anak lain seusianya, sementara anak dengan inferiority complex malah takut dengan anak-anak yang suka mengganggu.
  • Seorang anak dengan inferiority complex akan senang jika tidak terlibat dengan aktivitas bersama anak lain, sementara anak dengan superiority complex bahkan mencari cara bagaimana agar ia bisa diterima. 
  • Seorang anak dengan inferiority complex tidak akan melakukan sesuatu karena takut salah, sementara anak dengan superiority complex bisa melakukan kesalahan tapi ia masih bisa diterima. 

Selain perbedaan di atas, ada persamaan antara superiority complex dan inferiority complex: 
  • Seseorang dengan superiority complex dan inferiority complex membuat perilakunya terlihat melalui  penampilan dan sikapnya. 
  •  Kedua kompleksitas ini merugikan anak. 
  •  Penyebab superiority complex dan inferiority complex biasanya sama. 
  • Kedua kompleksitas ini dapat menghambat perkembangan kepribadian anak jika tidak segera diperbaiki pada waktu yang tepat. 
  • anak dengan kompleksitas ini memiliki harga diri rendah. 

Harus ada penanganan bagi anak dengan superiority complex atau inferiority complex. Sebenarnya pencegahan lebih mudah selama masa kanak-kanak, karena banyak tindakan yang dapat disarankan untuk membantu anak mengatasi perasaannya tersebut. Orang tua dapat mengontrol dengan baik anaknya, yang itu dapat membantu anak mengembangkan kepercayaan diri serta meningkatkan harga dirinya. Jika superiority complex atau inferiority complex muncul disebabkan karena sikap negatif orang tua yang mendiskriminasi atau terlalu menekan, maka orang tua wajib mengubah sikap mereka dan berusaha menciptakan atmofsir positif di dalam rumah. Jika perilaku anak sudah sangat mengkhawatirkan dan orang tua tak bisa menangani, lebih baik meminta bantuan jasa para ahli. 

Hal ini penting kita ketahui, karena jika kita menilik kepada kasus bullying, pelakunya adalah anak dengan kecenderungan superiority complex dan korbannya adalah anak dengan inferiority complex. Dan ternyata banyak yang pelaku dan korban berada pada usia sekolah dasar. Dalam beberapa kasus karena tidak tahan selalu dibully, korban sampai mengakhiri hidupnya. Semoga dengan informasi ini orang tua dan guru dapat terbantu untuk mengidentifikasi perilaku anak untuk memberikan treatment yang tepat jika dirasa perlu. 

Wallahu a’lam.

2 comments

Blogger news

Blogroll