Katanya, hidup ini seperti potongan puzzle. Kita menyusun kepingan-kepingan cerita dari ribuan hari yang telah kita lalui menjadi keseluruhan diri kita. Segala hal yang tejadi, membentuk sebuah pengalaman dan berkaitan satu sama lain, dengan cara yang wajar atau bahkan di luar dugaan.
Aku merasa ini yang kedua. Waktu itu aku menonton sebuah program TV yang menayangkan beberapa orang pemuda berprestasi yang memperebutkan gelar the next leader. Aku menonton dan melihat belasan peserta dengan sangat kagum. Kecerdasan mereka, kecakapan mereka meramu wawasannya dan merangkai itu semua dalam kata-kata yang mereka gunakan untuk mendebat peserta lain sebagai rivalnya. Aku kagum dengan mereka semua, dan satu peserta yang pada akhirnya menjadi pemenang. Aku tidak heran, the next leader itu entah mengapa lebih terlihat berkarisma dibanding peserta lain, mungkin begitu pula di mata para juri. Ia tenang dalam menyampaikan jawaban dan tak terpancing emosi meski dimomen debat itu , sebagaimana khas anak muda, semua ingin berbicara ingin menunjukkan kelebihan mereka. Tapi sosok itu tidak.
Acara itu akhirnya berakhir, bersamaan dengan itu aku menutup pengalaman menyaksikan program mengagumkan itu dengan diam-diam membentuk mimpiku ingin menjadi seperti mereka. Aku iri.
Sekian untuk kepingan kecil puzzle cerita tadi, mungkin terlihat sepele dan menjadi hal yang mudah untuk diabaikan begitu saja. Namun, segala sesuatu yang menarik memang lebih mudah menancap dalam ingatan.
Kepingan cerita tadi ternyata berarti di kemudian hari. Memori tiga tahun yang lalu itu aku re-call hanya karena keisengan. aku mencari alamat blog, twitter dan facebooknya, entah waktu itu karena alasan apa. Mungkin tanpa alasan, hanya karena tiba-tiba aku teringat padanya, hanya karena aku ingin tahu seperti apa the next leader itu hari ini.
Kemudian, kepingan saat dimana aku mencari informasi mengenai sosok itu juga berarti untuk dipasangkan pada kepingan kisah pada kesempatan yang berbeda. Kami, aku dan teman-teman saat itu membutuhkan seorang pembicara pada sebuah acara seminar.
Kami mencanangkan beberapa nama beken yang beberapa malah gagal kami undang. Lalu, kami berusaha lagi dan berhasil menghubungi 2 pemateri. Aku masih merasa kurang, karena kupikir ini adalah momennya pemuda, aku ingin menghadirkan beberapa sosok pemateri dengan background passion berbeda, aku teringat satu sosok, the next leader itu, kalau aku tak salah aktivitasnya sekarang adalah trainer sekaligus analis politik. Sesuatu yang unik.
Akhirnya, aku meminta seorang teman untuk menghubunginya via twitter, singkat cerita, ia berhasil kami undang ke Malang. Menurut beberapa teman, ia pemateri terbaik saat itu. tak lama setelah acara selesai ia meninggalkan tempat dan langsung kembali ke Jogja (kalau tak salah), aku mendesak seorang teman untuk meminta PIN Blackberry-nya.
Awalnya aku hanya berniat untuk menanyakan hal-hal terkait politik kampus yang sedang menjadi passionku, sekaligus jabatanku dalam organisasi yang mengharuskanku banyak belajar tentang itu. setelah berhasil mengganggunya via BBM, pembicaraan kami berlanjut pada sebuah rencana yang ku sambut dengan bersemangat, ia ingin mengadakan coaching clinic di Malang untuk pengembangan diri para pemuda. Aku dimintai tolong untuk menggalang pemuda yang ingin bergabung dalam kelompok mentoring itu, dan akhirnya berkumpulah 7 orang yang awalnya cukup sulit untuk menghimpun mereka.
Singkat cerita, ia menjadi mentor kami. Di awal ia berhasil membangkitkan semangat kami sekaligus membuat kami malu karena merasa belum menjadi apa-apa. Sekalipun begitu ia meyakinkan kami bahwa kami bisa “menjadi” dengan cara kami masing-masing. Akhirnya mimpi itu pun makin tersemai oleh dukungan mentor baru kami itu, aku menlihatnya dari mata beberapa dari kami, mata-mata itu bersinar yakin, senyum tersungging dari bibir mereka beberapa kali sepanjang pertemuan, dan aku..aku merasa ia datang di waktu yang tepat. Saat aku hampir berniat mengubur satu mimpiku, secara kebetulan ia mengajakku untuk kembali membangunnya lagi, dan persis seperti apa yang aku pikirkan. Orang itu, membuat kami menghancurkan ketakutan tidak rasional yang menghalangi kami untuk mengejar mimpi.
Pengalamanku dan teman-teman bersama sosok itu beberapa waktu lalu adalah satu kepingan yang menyempurnakan kepingan lain di masa lalu ketika aku -yang saat itu masih duduk di bangku SMA- melihatnya di layar kaca pertama kali, dulu ia dan beberapa peserta program TV itu berhasil membangkitkan keinginanku membangun mimpi, dan beberapa waktu yang lalu ia datang lagi untuk mengingatkanku bahwa aku pernah berazzam untuk menunaikan mimpi itu.
nice story bu.. ;-)
ReplyDelete