Pertanyaan besar ini masih terpatri di dalam benak saya. kadang membakar jiwa saya dan seakan mampu menggerakkan sendi-sendi saya untuk bertindak. walaupun ini bukan hal yang mudah. nyatanya konsep "islamization of science" sendiri masih ambigu dan ditanggapi beragam oleh banyak pihak. beberapa pakar yang menuangkan gagasan mereka mengenai pola islamisasi ilmu pengetahuan (selanjutnya silahkan baca Lima Konsep Islamisasi sains), banyak juga yang melontarkan sikap kontra mereka kepada konsep ini (baca makalah Islamisasi Sains).
sementara psikologi Islami sendiri, di tengah kontroversinya masih dalam tahap "merangkak" bahkan mungkin masih berada di bawah itu. dalam hal ini saya sendiri berpegang pada proses pembangunan psikologi Islami ala Prof Dr Malik Badri, pendapat beliau sehubungan hal ini :
Muslims in Psychology I
Oleh : Muhammad Awais Thahir (Author blog Islam and Psychology)
Rasulullah Muhammad Saw boleh jadi merupakan pionir psikologi modern. beliau mengimplementasikan petunjuk ilahiah yang dibukakan Allah swt untuk beliau. beliau membangun fondasi negara sebagai akhir dari sekat superioritas dan inferioritas. aturan-aturan keadilan dan persamaan serta tidak adanya perbedaan di antara kulit hitam dan kulit putih, arab dan non-arab, adalah langkah nyata dalam mencapai persaudaraan universal. Nabi Muhammad Saw telah memberi solusi untuk semua prasangka, menghapus konsep ingroup dan outgroup (sikap yang dinamakan etnosentris, yakni adanya anggapan bahwa kebiasaan dalam kelompoknya merupakan yang terbaik dari kelompok lainnya -Gwan) dan mengajak seluruh dunia untuk datang di bawah naungan Islam.
bertafakkur adalah bagian dari kehidupan Nabi Muhammad saw. beliau menghabiskan banyak waktunya di gua hira sebelum kenabiannya dan bertafakkur di sana, yang mana ia memperoleh kecerdasan emosi tertinggi karenanya. beliau mampu mencapai keseimbangan sempurna antara spritualitas dan logika, dan membuatnya memliliki kekuatan keyakinan yang tiada tara.