Kami putra-putri Indonesia, bersumpah untuk menegakkan integritas dan kepedulian demi mewujudkan Indonesia adil dan sejahtera.
Kami putra-putri Indonesia bersumpah untuk berkreasi dan berkolaborasi demi mewujudkan Indonesia unggul dan berdaya saing.
Kami putra-putri Indonesia bersumpah untuk bekerja keras dan bertanggung jawab demi mewujudkan Indonesia lestari selaras dalam keberagaman.
Masih asing dengan 3 bait ikrar di atas?
Ikrar tersebut tidak diada-adakan, layaknya sumpah pemuda 1928, ia juga dikumandangkan oleh pemuda perwakilan seluruh organisasi atau komunitas di seluruh indonesia dalam konferensi IYCS (Indonesia Young Changemakers Summit) yang kemudian disebut sumpah pemuda jilid 2, meski akhirnya karena beberapa hal berganti judul menjadi (bukan) sumpah pemuda jilid 2. Baik sumpah pemuda 1928 maupun (bukan) sumpah pemuda jilid 2 sama-sama hadir karena didorong oleh semangat zaman para pemudanya.
Si Jangkung
Kita mengenal 5 perspektif yang paling dominan membicarakan manusia dalam teori Psikologi. Ke-lima mazhab besar itu adalah Psikoanalisa, Behavioral, Humanistik, Kognitif, serta Biologis. Masing-masing mazhab memiliki pandangan tersendiri mengenai sifat manusia. Sebagai contoh, secara umum perspektif Biologis dan Psikodinamika meyakini bahwa perilaku manusia ditentukan oleh pembawaan dasarnya, seperti genetik, neural, hormonal, evolusi, dan faktor insting ketidaksadaran. Sementara perspektif Behavioris dan Humanistik mempercayai bahwa faktor lingkungan (environmental) dan internal diri (self) lebih memiliki pengaruh pada perilaku kita. Selanjutnya aliran Kognitif berpendapat bahwa baik faktor alamiah seperti potensi otak, serta faktor pengasuhan (nurture) seperti kognisi dan proses belajar berperan besar dalam membentuk perilaku kita.
Sejenak mungkin anda akan mengangguk-angguk setuju pada beberapa pandangan dominan di atas, karena memang ada benarnya. Tapi tunggu dulu, kami beri ilustrasi: jika kita ibaratkan pandangan-pandangan tersebut sebagai beberapa orang buta, maka ketika mereka meraba tubuh gajah, mereka akan mendeskripsikan tubuh gajah tersebut sebagaimana apa yang mereka sentuh. Jika yang satu memegang belalai, ia akan mengira gajah bertubuh panjang seperti ular. Ketika yang satunya meraba telinga gajah, ia akan berasumsi bahwa tubuh gajah lebar dan pipih. Dan seterusnya. Tidak ada dari ke-lima orang buta tersebut dapat mendeskripsikan tubuh gajah secara kesuluhan dengan benar. Karena pada dasarnya mereka menyentuh bagian-bagian yang berbeda satu sama lain. begitu juga lima mazhab di atas.
Suatu hari di kelas Antropologi, dosen saya menjelaskan tentang bagaimana Psikologi Barat kontemporer tidak ramah terhadap perbedaan karakter masing-masing masyarakat di daerah berbeda. Misalnya saja, teoritikus Psikoanalisa akan menganggap wanita-wanita Arab mengalami kelainan fungsi seksual karena mereka begitu “pemalu”, menutup diri, dan tidak peka pada istilah-istilah seksual semacam masturbasi.
Setelah berpanjang lebar, dosen saya itu meminta kami untuk berdiri dan bercerita tentang perkuliahan, seakan-akan sedang mengobrol dengan orang tua kami di rumah. Pertama kali, beliau menunjuk kawan saya yang asli Jawa (saya lupa tepatnya daerah apa).
Cerita lain datang dari beberapa siswi di sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA) di Sulawesi Tengah. Masyarakat setempat dihebohkan oleh pemberitaan mengenai beberapa siswi yang melakukan kekerasan pada teman sekolahnya. Aksi itu dimulai dengan membawa siswi tersebut ke tempat sepi. Disana pelaku menampar, memukuli dan mencubiti alat kelamin kawannya tersebut sambil melemparkan kata-kata kasar. Aksi itu diketahui berlatar belakang rebutan pacar (detik.com 14/11/2011).
Kedua kasus kekerasan di atas tentunya sering kita temui terutama pada lembaga pendidikan - apakah itu pada jenjang SD, SMP, maupun SMA, dengan motif yang berbeda-beda. Bentuk kekerasan yang muncul umumnya dilakukan oleh siswa kepada siswa lain, guru kepada siswa, bahkan siswa kepada gurunya. Kekerasan tersebut sebagaimana dua contoh di atas dinamakan bullying.
Read more »