bentuk OCD yang paling umum ditemui
adalah mencuci tangan terus menerus
Apakah anda sering menghabiskan banyak waktu untuk berwudhu? atau anda sering lupa -sudah berapa rakaat- saat mengerjakan shalat? atau anda sering merasa berada dalam kondisi berhadas? nah, ini adalah solusi Islam untuk masalah anda, berupa pedoman komprehensif melalui beberapa langkah untuk mengatasi Gangguan Obsesif Kompulsif (was-was). Di kehidupan sehari-hari, kita mendapati bentuk-bentuk OCD sebagai berikut: 

1. Obsesi: ketakutan akan terkontaminasi, selalu menginginkan ketelitian dan keteraturan , keraguan yang patologis, serta penghujatan 
 2. Kompulsi: mencuci/membersihkan, keteraturan/ketelitian, mengecek terus-menerus 

Kurang lebih ada 1/2 - 3/4 orang dengan OCD memiliki obsesi ganda. sementara bentuk OCD yang paling sering dimiliki oleh ummat Muslim adalah: 

Read more »

Seseorang tidak dapat hidup tanpa visi walaupun untuk esok hari. Dan, seseorang perlu mengenali dirinya sebelum menentukan visi hidupnya. Setuju? :)

Karena itu, pagi tadi saya berinisiatif untuk ngisi mentoring dengan game pengenalan diri, tanpa materi keislaman seperti biasanya.

Anw, beberapa mentee saya ada yang masih baru, dan ternyata lumayan pemalu. Di awal, saya coba mencairkan suasana dengan nanyain pencapaian akademik mereka di semeter kemaren, alias IP (indeks prestasi), nah dari sini mereka mulai senyam senyum gak jelas..hehe..*kena kalian*

Setelah mereka curhat tentang indeks prestasinya, saya ngeluarin pulpen warna warni dari tas. Dan mulailah mereka sumringah saat saya ngasih kesempatan untuk memilih warna yang mereka suka, sambil saya bilang: jika hasil di semester ini meningkat atau sesuai target, maka ini reward untuk kalian. Tapi kalau memang menurun dan gak sesuai target, maka setiap kali kalian pakai pulpen itu, ingat kalau mbak punya harapan supaya kalian bisa lebih baik di semester ini *tsah*, mereka keliatan seneng banget (inget, hal-hal kecil bisa sangat berarti bagi mentee kita).

Read more »

Anak Delinquen, Salah Siapa?

Delinquensi anak tidaklah lebih daripada buah yang telah bertumbuh dari benih delinquensi orang tua, delinquensi keagamaan, delinquensi kependidikan, deliquensi pengadilan, dan delinquensi pemerintahan kota (Dr. Vincent P. Mazzola)

Sebenarnya istilah anak delinquen juga disematkan pada anak yang menunjukkan perilaku anti-sosial atau disosial. terlepas dari itu, saya sendiri percaya bahwa perilaku "bandel" anak baik yang sifatnya "ringan" hingga sampai ke taraf delinquen sangat dipengaruhi lingkungan di samping didikan orang tua sebagai sekolah pertamanya.

Lingkungan yang seperti apa? Dr. Vincent menyebut beberapa unsur lingkungan sebagai delinquen, bisa jadi karena ketidakstabilannya atau keberadaan norma dan nilai yang buruk di dalamnya: Delinquensi keagamaan: kita semua tahu bahwa Agama tidak mengajarkan kekerasan. namun pernahkah anda mendengar istilah ritualism? seseorang bisa mengikuti secara ketat suatu norma dalam kelompok tertentu. Ritualism bisa berkembang menjadi radikalisme jika seseorang mengikuti kelompok radikal, contohnya kasus Dani Dwi Permana, remaja yang melakukan bom bunuh diri di Hotel Marriot pada 2009.

Read more »

Kopdar

Untuk membicarakan project seminar, saya dan Lisa memutuskan untuk Kopi darat di Nombaca. Rumah baca yang katanya digagas setahun yang lalu itu ternyata milik seorang penulis lokal (maksud saya, asli kota Palu :-) )
Di sana juga rutin diadakan kegiatan dari Akademi Berbagi, semacam sharing dan belajar bersama mengenai skill tertentu semisal kepenulisan.
Setelah Palu Creative Fest beberapa waktu yang lalu, saya jadi tahu kalau di Palu sudah mulai bermunculan banyak komunitas anak muda dengan beragam minat dan fokus aktivitasnya. Ini bisa dibilang sebuah peningkatan, mengingat dulu yang saya tau belum banyak komunitas anak muda yang memikirkan kontribusinya di masyarakat.
Semoga terus bertambah upaya untuk memberdayakan kaum muda, konsisten, meski kecil namun mampu memberikan manfaat yang nyata.
Eh, ini dia foto di Nombaca. Bukunya bagus-bagus lho.. :)

Jika melihat "teori" mengenai fase perkembangan kematangan remaja, menginjak usia 16-18 tahun idealnya seorang remaja telah menyadari fungsi perannya dalam masyarakat. Namun pada kenyataannya kondisi lingkungan menyebabkan sebagian remaja tidak dapat mencapai kematangan tersebut, tidak penanaman ada nilai dan norma yang cukup untuk menguatkan karakternya sebagai seorang "pemuda".

lingkungan yang dimaksud tentunya berawal dari keluarga, kemudian lebih jauh teman se-pergaulan dan lingkungan sekolah. dari rumah hingga tempatnya menimba ilmu anak diharapkan dapat mempelajari skill kecakapan hidup, bagaimana membentuk pribadi yang baik dan mengolah kemampuan interpersonal. 

namun sayangnya keluarga juga lembaga pendidikan tidak selalu mampu membentuk atau memfasilitasi remaja untuk mengembangkan dirinya. jadilah tugas tersebut "diambil alih" oleh organisasi kepemudaan, LSM, atau yayasan yang memiliki program community development atau empowering bagi remaja. di UIN Malang, kami baru saja menggagas sebuah program pengembangan diri (yang masih dikhususkan) bagi mahasiswi, program tersebut kami beri nama "Link Genius".

Read more »

Blogger news

Blogroll