Cerita lain datang dari beberapa siswi di sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA) di Sulawesi Tengah. Masyarakat setempat dihebohkan oleh pemberitaan mengenai beberapa siswi yang melakukan kekerasan pada teman sekolahnya. Aksi itu dimulai dengan membawa siswi tersebut ke tempat sepi. Disana pelaku menampar, memukuli dan mencubiti alat kelamin kawannya tersebut sambil melemparkan kata-kata kasar. Aksi itu diketahui berlatar belakang rebutan pacar (detik.com 14/11/2011).
Kedua kasus kekerasan di atas tentunya sering kita temui terutama pada lembaga pendidikan - apakah itu pada jenjang SD, SMP, maupun SMA, dengan motif yang berbeda-beda. Bentuk kekerasan yang muncul umumnya dilakukan oleh siswa kepada siswa lain, guru kepada siswa, bahkan siswa kepada gurunya. Kekerasan tersebut sebagaimana dua contoh di atas dinamakan bullying.
Read more »
Yang di atas adalah copy paste dari beberapa
penggalan komentar seorang kawan pada status facebook saya. Kami
saling beradu argumen sampai akhirnya saya putuskan untuk tidak merespon lagi.
saya sangat mengenali watak teman saya yang keras kepala itu, di samping –terus
terang- argumen yang ia lontarkan dengan berapi-api itu cukup menohok bagi
saya. Tapi saya juga berterima kasih karena komentarnya itu saya merasa harus
membuat tulisan ini.
Sedikit informasi, learning disabilities adalah salah satu gangguan dalam proses belajar dimana anak: 1) punya inteligensi normal atau di atas rata-rata, 2) kesulitan setidaknya dalam satu atau lebih mata pelajaran, dan 3) tidak punya problem atau gangguan lain, seperti retardasi mental, yang menyebabkan kesulitan.
Ada tiga kriteria yang harus digunakan dalam menentukan kesulitan belajar anak didik; pertama, ia harus diartikan sebagai perbedaan dalam perkembangan aspek tingkah laku, kemampuan visual, ingatan, perhatian atau hubungan. kedua, ketidakmampuan itu tidak dapat diartikan sebagai tiada hambatan mental atau kelemahan visual, gangguan emosi, atau kurang kesempatan belajar. dan terakhir, anak didik tidak dapat belajar dengan metode instruksional yang lazim dipakai di sekolah.
Read more »
“....kami adalah nasionalis revolusioner, nasionalis yang radikal, nasionalis kepala banteng! Kami punya bahasa adalah bahasa yang keluar dari kalbu yang berkobar-kobar dengan semangat nasional, berkobar-kobar dengan rasa kecewa atas celaka dan sengsara rakyat”
Begitulah, dengan berapi-api Bung Karno berpidato di depan pengadilan kolonial pada 1930. Bersama Bung Karno, di waktu yang lain ada Hatta yang juga berbicara lantang mengenai penjajahan bangsa Indonesia yang harus segera diakhiri. Hatta mengawali pidato pembelaannya dengan pertanyaan, mengapa di Indonesia anak-anak sekolah sudah berpolitik, tidak seperti di Barat yang baru mempersiapkan diri untuk itu? Selanjutnya ia menyebut nama organisasi-organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong Sumateranen Bond, Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong Islamieten Bond, Indonesia Muda, dan lain-lain. Di akhir, ia menjawab sendiri pertanyaannya tersebut:
“...pemuda itu merasakan dan mengerti duka dan sengsara rakyat. Itulah sebabnya mengapa hampir semua organisasi pemuda di Indonesia mencantumkan dalam programnya tujuan sebagai berikut: peningkatan kesejahteraan sosial rakyat...pemuda-pemuda itu benar-benar merasakan hinaan karena dijajah..itu sebabnya putra-putra bangsa yang tidak merdeka itu, sejak dari usia mudanya, telah bergumul dengan pikiran-pikiran yang tidak dialami oleh pemuda-pemuda Barat yang sebaya dengan mereka”
Teori Rousseau tadi mirip dengan konsepsi Islam mengenai anak, dimana setiap insan yang lahir ke dunia pastilah membawa potensi fitrah, yakni kondisi dan potensi awal Allah swt menciptakan manusia yaitu beriman kepada Allah, menyakini Allah sebagai Rabb (pendidik, pemilik,pengatur,penguasa) manusia. Dari sinilah kemudian muncul lebih banyak lagi teoritis-teoritis yang memperkaya khazanah pengetahuan mengenai perkembangan dan pendidikan anak, baik dari ilmuwan barat maupun ilmuwan muslim sendiri.
Read more »